Oleh: M. Dzauhar
Editor: M. Dzauhar
Rasis, kejam, dan agresif. Mungkin tiga kata tersebut bisa disematkan oleh buku-buku dan catatan sejarah mengenai rezim Nazi pimpinan Adolf Hitler yang pernah berkuasa di Jerman pada 1933-1945. Meski demikan tidak luput pula pihak tertentu yang menanggapi positif rezim yang memulai pecahnya Perang Dunia Kedua tersebut.
Berdasakarkan pengalamn beberapa teman penulis ada yang simpatik pada pemerintahan Third Reich itu karena dapat membasmi Yahudi dan juga membuat Jerman saat itu mampu bertahan melawan Krisis Malaise yang terjadi berkepanjangan di sekitar era 1930-an.
Tetapi dalam pandangan penulis hanya sedikit yang terlihat menyoroti serta mengungkap bahwa rezim berhaluan fasis ini juga memiliki kepedulian terhadap eksistensi dan hak-hak satwa atau binatang.
Menurut buku berjudul Nazi War on Cancer karya Robert Proctor, keperdulian ini ternyata dilatarbelakangi dari internal partai Nazi terutama petinggi-petingginya adalah para enviromentalis atau pecinta lingkungan. salah satunya Herman Göring yang mewujudkan kecintaannya pada lingkungan dengan perlu dilakukannya sebuah konservasi khususnya bagi binatang.
Maka tidak heran jika pada 1927 ketika Nazi saat itu masih jadi minoritas di Parlemen Jerman, mereka mengusulkan pelarangan pemotongan binatangdan hukuman terhadap kekejaman binatang. Sayangnya usulan tersebut tidak mendatangkan simpati dari partai lain.
Hukum Satwa Saat Nazi Naik Tahta
Usul tersebut baru terealisasi lewat undang-undang pada 21 Juli 1933, tepat setelah Hitler naik menjadi kanselir Jerman dan partai Nazi mulai memayoritas di parlemen. Dalam undang-undang tersebut mengatur penyembelihan binatang dan tidak diperbolehkannya binatang dibedah tanpa ada anastesi atau pembiusan terlebih dahulu.
Empat hari kemudian, ketika Herman Göring diangkat menjadi perdana menteri Prusia, negara bagian Jerman Nazi saat itu, ia melalui otoritas dalam negerinya mengeluarkan undang-undang yang melarang sama sekali viviseksi atau percobaan terhadap binatang. Undang-undang tersebut baru efektif dan disebarluaskan secara umum pada 28 Agustus 1933 melalui siaran radio oleh . Göring sendiri.
Dalam siaran tersebut Göring mengatakan, "Bagi mereka yang masih berpikir mereka dapat terus memperlakukan binatang sebagai benda mati akan dikirim langsung ke kamp konsentrasi". Dari pernyataan seolah membuka wawasan kita bahwa selain Yahudi, Gipsi, Orang Cacat, dan lawan politik Nazi, para ilmuwan atau bahkan penyiksa binatang bisa menjadi penghuni kamp konsentrasi.
Sebagai contoh nyata diterapkannya pernyataan tersebut menurut buku berjudul Animalscam: The Beastly Abuse of Human Rights karya Kathleen Marquadt, salah seorang nelayan dari Prusia digiring ke kamp konsentrasi karena membunuh katak untuk dijadikan sebagai umpan ikan. Selanjutnya Göring juga melarang penjebakan serta perburuan terhadap binatang hingga melarang perabusan kepiting serta lobster untuk dijadikan makanan.
Dari kebijakan Göring implementasi hak-hak satwa dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah Jerman Nazi lewat dikeluarkannya Reichstierschutzgesetz pada 24 November 1933 tentang perlindungan hewan yang di dalamnya terdapat banyak larangan penggunaan hewan untuk pembuatan film dan pertunjukkan, sehingga membuat hewan tersebut merasa tersiksa.
Kemudian pada 3 Juli 1934, pemerintah mengeluarkan Das Reichsjagdgesetz yang membatasi perburuan sekaligus mendidik agar komunitas perburuan melakukannya secara etis. Hingga 1 Juli 1935, pemerintah mengeluarkan Reichsnaturschutzgesetz terkait melindungi alam liar..
Melindungi Satwa dan Propaganda
Kebijakan terkait hak-hak para satwa bukan serta merta bertujuan untuk melindungi objeknya saja, tetapi ada sebuah maksud propganda kedigdayaan Nazi Jerman dibandingkan bangsa lain dibaliknya.
Menurut Matthew Piper, sejarawan dari University of Guelph di Kanada, contohnya ialah Das Reichsjagdgesetz di dalamnya terdapat pelarangan perburuan terhadap serigala yang memang sudah punah di wilayah Jerman, tapi masih banyak jumlahnya di Polandia. Menurut Piper undang-undang ini menjadi tanda pencaplokan wilayah Polandia yang terjadi 1 September 1939 kemudian.
Tambah Piper pula, kebijakan perlindungan hewan juga merupakan suatu strategi politik meraih simpati komunitas pecinta hewan di Jerman dan masyarakat di daerah pendudukan seperti Perancis.
Bahkan dalam buku hariannya, Menteri Propaganda Jerman NaziJ oseph Goebbles mengatakan, salah satu cita-cita jika Perang Dunia II dimenangkan oleh Jerman Nazi ialah Hitler akan melarang rumah pemotongan hewan di seluruh wilayah yang dikuasainya.
Namun dalam realisasinya Jerman Nazi seakan memusatkan aktivitas perlindungan hewan kepada pemerintah ataupun komunitas yang sejalan dengan ideologi mereka. Buktinya menurut aktivis lingkungan Boria Sax dalam bukunya yang berjudul Animals in the Third Reich: Pets, Scapegoats, and the Holocaust, pemerintah saat itu membubarkan perlindungan hewan independen seperti Friend of Nature.
Komunitas yang jumlah anggotanya sebanyak 100.000 anggota ini dibuburkan karena dituduh dekat dengan gerakan Komunis/Marxis serta ideologi lain yang menurut hukum Jerman Nazi adalh ilegal.
Comentários