Penulis: Robi Gunawan
Editor: M. Dzauhar
Mungkin di sini pembaca sekalian merasa heran jalan pikiran penulis, mengingat mungkin kata “anak” dalam anak jalanan. Maka dari itu, kita harus mendefinisikan terlebih dahulu pengertiannya. Anak jalanan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia adalah anak-anak yang menghabiskan waktu kegiatan sehari-harinya di jalanan dengan rata-rata umur antara 5-18 tahun. Menurut Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia dalam Departemen Sosial, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan dengan rata-rata usia antara 6-18 tahun dengan maksud mencari nafkah atau sekedar bermain dan lebih dari 4 jam sehari di jalanan.
Menyoal hal tersebut, memasuki usia 17 tahun, seharusnya setiap warga negara Indonesia berhak memilih dalam pemilu. Terlebih daripada hal itu, apakah definisi dari Departemen Sosial tepat? Apakah hanya sampai umur 18 tahun saja? Beberapa fakta yang penulis temukan, mereka rata-rata berumur 20 tahun. Hal tersebutlah yang menjadikan bahwa anak jalanan juga berhak memilih dalam pemilu atau pileg 2019 nanti.
Meski hal tersebut penulis utarakan, namun ada beberapa persoalan mengenai anak jalanan dalam konteksnya mereka memilih di pemilu atau pilpres 2019. Yakni tentang kepemilikan KTP dan daftar pemilih tetap. Dua hal ini nampaknya jarang dimiliki oleh anak jalanan, mengingat mereka hidup di jalanan.
Namun, seperti yang dilansir dari kompas.com ada sebuah solusi nampaknya dari Komisioner KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kota Bekasi, Nurul; menurutnya dua hal di atas dapat diatasi dengan memasukkan anak jalanan ke dalam bagian daftar pemilih khusus dan dapat meminta surat keterangan domisili mereka akan memilih.
Upaya bahwa anak jalanan juga merupakan bagian dari masyarakat jangan sampai kita lupakan hak mereka juga dalam memilih. Beberapa dari mereka bahkan peduli akan nasib Indonesia, seperti salah satu lagu ciptaan mereka Punk Street Indonesia yang mengisahkan Indonesia di rezim Soeharto sampai 2005 dan sangat peduli tentang anti korupsi di Indonesia. Sayangnya mereka belum terjamah sebagai bagian dari komunitas masyarakat juga yang berhak memilih.
Beberapa dari mereka sebenarnya berharap bahwa dengan adanya pemilu dan mereka mengikutinya, nasib mereka akan berubah. Maka dari itu, menurut penulis sudah seharusnya memasukkan dan merencakan anak jalanan yang sudah berumur 17 tahun ke dalam pemilih dan diperkenankan memberikan hak suaranya
Comments