Oleh: Siti Lilik Nur Rohmah
Editor: M. Dzauhar
Suku Cia Cia merupakan salah satu suku tradisional di Indonesia yang bermukim di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Tidak ada yang berbeda dari suku lain di sekitarnya, selain penulisan aksara bahasa yang unik dimiliki suku ini. Bukan aksara kanji, bukan juga Aksara Mandarin seperti kebanyakan ras yang mendiami Indonesia melainkan Aksara Hangeul (Korea) yang diterapkan oleh suku ini.
Hal ini bermula pada 2000-an, Walikota Baubau saat itu MZ. Amirul Tamin teringat akan pernyataan Jusuf Kalla yang menyebutkan bahwa beberapa bahasa daerah di Indonesia terancam punah. pernyataan yang menyebabkan Tamin teringat dengan Suku Cia Cia yang memiliki bahasa dengan aliran Austronesia yang belakangan sudah terkikis oleh bahasa baru (Melayu saat ini) di belahan Sulawesi Tenggara sendiri.
Penyebab terkikisnya bahasa daerah yang unik dari Suku Cia Cia sendiri disebabkan tidak adanya dokumen tertulis mengenai keberadaan bahasa yang dimiliki. Tidak seperti orang-orang Jawa yang memiliki Aksara Jawa (Hanacaraka), maupun Sunda yang memiliki Aksara Sunda.
Hal ini membuat Tamin berfikir keras untuk melestarikan bahasa Suku Cia Cia dalam sebuah dokumen tertulis. Awalnya beliau hendak memilih aksara Arab (digunakan juga oleh Suku Walio di Sulawesi Tenggara) sebagai aksara nya namun beberapa huruf konsonan yang terlontar dari bahasa Suku Cia Cia tidak sepenuhnya ada dalam Aksara Arab.
Hangeul Korea Jadi Pilihan
Hampir buntu dalam menentukan aksara yang tepat, Tamin kembali berpikir dan menemukan Aksara Hangeul yang dianggap cocok dengan kosakata dalam bahasa verbal Suku Cia Cia.
Sehingga pada 2005, diadakan Simposium Internasional Penaskahan Nusantara di Baubau yang bekerjasama dengan Masyarakat Pernikahan Nusantara (Manassa) yang juga di hadiri oleh Prof. Chun Thay Hyun.
Guru Besar Studi Bahasa Korea dari Korea Selatan tersebutlah yang kemudian melakukan penelitian terhadap Suku Cia Cia yang belum memiliki alfabet sendiri, serta memiliki pelafalan dan struktur bahasa yang ternyata sama dengan Korea.
Tiga tahun kemudian atas saran Hyun, sebuah organisasi kemasyarakatan dari Korea Selatan yaitu Hunminjeongeum Research Institute datang ke Pulau Buton untuk bekerjasama dengan Pemerintah Kota Baubau untuk menyusun bahan ajar muatan lokal mengenai bahasa Suku Cia Cia dengan Aksara Hangeul
Hal ini tentu di sambut baik oleh masyarakat Cia-Cia yang tergolong terbelakang dan terisolasi menjadi semakin Percaya diri menunjukkan kebanggaan terhadap suku bangsanya. Meskipun menggunakan aksara Hangeul dalam penulisannya, mereka tetap mempertahankan bahasa asli Suku Cia-Cia sebagai kebanggaan tersendiri.
Penggunaan Aksara Hangeul ini mulai di ajarkan kepada pelajar mulai dari SD hingga SMA. Bahkan, kemudian beberapa guru dari Korea didatangkan langsung ke Baubau untuk mengajarkan huruf Hangeul. Selain papan nama dan nama jalan di Bau-bau, selain menggunakan aksara latin, juga menggunakan aksara Hangeul dengan bahasa Cia-Cia.
Dipatenkanya aksara Korea ini membuat Suku Cia Cia semakin dikenal baik di kalangan Masyarakat Lokal hingga Internasional. Tak jarang pula, para pelajar dari Cia-Cia diundang ke Korea dalam rangka mendalami penggunaan Aksara Hangeul ini.
Comments