top of page
Writer's pictureGenius Media

CANDU: SE[J]ARAH NEGARA INDONESIA

Updated: Nov 4, 2018

Penulis : Tina S.M.


Candu (Sumber: RT.com)


Ada Apa dengan Candu ?


Maraknya penggunaan narkoba atau candu di kalangan masyarakat Indonesia menambah

wacana “mengerikan” negeri ini, pasalnya penggunaan barang haram itu seolah sudah

membudaya. Kabar masuknya narkoba jenis baru “flakka” ke Indonesia sontak membuat

Pemerintah semakin waspada, apalagi menyeruak kabar bahwa narkoba kini dicampurkan

pada berbagai jenis permen atau makanan yang sering dikonsumsi anak-anak.


Dikutip dari laman http://www.antaranews.com (diakses pada Minggu, 20 Agustus 2017)

Indonesia dinyatakan darurat narkoba, dan survei membuktikan dari 5 juta dari penyalahguna

narkoba, 40-50 orang meninggal setiap harinya. Survey yang dilakukan BNN sejak tahun

dengan mengambil sampel penyalahguna narkotika dari kalangan usia 10-59 tahun.

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa kategori yakni coba pakai, teratur pakai dan pecandu

(Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahguna Narkoba Tahun Anggaran

2014: 7).


Ditarik dari garis sejarah, narkoba atau candu ternyata telah digunakan oleh orang-orang

Eropa, India dan Asia sejak abad 16. Pada awalnya, Bangsa Eropa seperti Belanda

mendirikan sebuah kongsi dagang bernama VOC (Verenidge Oost-Indishe Compagnie) pada

1602, dan rempah-rempah merupakan komoditi utama yang diperdagangkan. Namun, pada

1650 Belanda mulai memperjual-belikan candu. Belanda mendapatkan pasokan candu dari

Bengal di India dan dipasarkan di wilayah Asia Tenggara dan Cina. Belanda menjadikan

Jawa dan Sumatera sebagai pasar dan pusat perdagangan candu di Nusantara. Untuk menjaga

harga candu tetap stabil dan tinggi, pada 1773 Bengal mulai memonopoli perdagangan candu

dunia dan dibuatlah pelarangan penanaman candu kecuali dengan lisensi pada 1779 (Bailey

dan Truong, 2000: 2).


Pada awalnya candu digunakan sebagai bumbu dapur karena rasa dan aromanya yang

membuat rasa makanan semakin sedap, akan tetapi pandangan berbeda mulai diperkenalkan

Belanda pada 1660. Belanda menyalahgunakan candu sebagai “obat nikmat”. Kebiasaan ini

berhasil disebarkan hingga ke Taiwan, Fujian dan daratan Cina lain (Abdullah, dkk.

Indonesian Heritage 3 , 2002).


Pada abad 18 Belanda menguasai wilayah Hindia dan terlibat ke dalam perdagangan

Internasional. Pada masa itu, Belanda menggunakan candu sebagai komoditi ekspor utama

karena harganya yang tetap tinggi di pasaran. Selain itu, candu merupakan penghasil pundi-

pundi terbesar setelah rempah-rempah dan hal tersebut sangat membantu kondisi keuangan

pemerintahan Hindia Belanda.

Candu menjadi penyumbang dana bagi keuangan pemerintahan Hindia Belanda karena

beberapa faktor. Pertama, karena perdagangan candu menyediakan uang tunai. Kedua,

perdagangan candu meningkatkan hubungan dagang dengan Cina. Ketiga, monopoli candu

menjadi pelopor bagi organisasi keuangan Belanda (Abdullah, dkk. Indonesian Heritage 3 ,

2002; Rush, 2007: 1). Hasil dari perdagangan candu pada abad ke 18 ini dapat menutup

segala kebutuhan Belanda seperti biaya dagang, biaya perang VOC, dan segala biaya

administrasi organisasi kolonial.


Menjelang akhir abad 18, Belanda mulai mengalami masa kemunduran. Belanda kehilangan

pengaruhnya di Hindia dan juga kehilangan kendali perdagangan candu di wilayah produsen

candu terbesar, India. Pada 1833 Crown diklaim India dan EIC (East Indisch Compagnie)

kehilangan hak monopolinya. Produksi candu menjadi semakin tersusun dalam sistem yang

handal. Hal itu memberikan hasil perdagangan yang mantap antara India dan sebagian besar

Asia Timur. Tahun 1843, Inggris kembali berpengaruh dan melakukan pengaturan mengenai

budidaya dan penjualan candu. Inggris juga berhasil mengontrol dan menyegel rute

penyelundupan candu (Bailey dan Truong, 2000: 2).


Pada 1860-an Cina memulai budidaya candu dan menjadi pesaing yang kuat bagi India pada

1870-an dan 1880-an. Persaingan perdagangan candu semakin ketat antara India dan Cina

sebagai produsen candu bagi dunia. Akhirnya India melakukan pemutusan hubungan dagang

dengan Cina dan secara administratif dibatasi awal tahun 1911 dan berhenti sepenuhnya pada

tahun 1917 (Bailey dan Truong, 2000: 2). Sementara itu, pihak Belanda masih

menggantungkan nasib pasokan candu dari Inggris di India (Abdullah, dkk. Indonesian

Heritage 3 , 2002), namun Belanda juga tetap mendapatkan candu dari Cina sebagai pengganti

kopi (Breman, 2014 : 143).


Pada 1920-an, dunia mulai mengkritisi mengenai dampak penggunaan candu yang

berlebihan. Tanaman candu yang awalnya digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit, tanaman seribu khasiat serta bumbu dapur disalahgunakan sehingga menimbulkan dampak

ketergantungan bagi pemakainya mulai didengung-dengungkan untuk dimusnahkan. Mulai

tahun 1940, ketika pengguna candu semakin meningkat, Pemerintah Hindia Belanda justru

sangat sedikit dalam menunjukkan rasa kepeduliannya terhadap dampak kecanduan yang

melemahkan pemakainya di Hindia Belanda. Adapun permintaan dunia mengenai

pemusnahan candu berjalan sangat lambat bahkan perniagaan candu berskala besar tetap

berjalan hingga akhir pemerintahan Hindia Belanda pada 1942 (Abdullah, dkk. Indonesian

Heritage 3 , 2002).


Di masa modern sekarang ini, candu atau narkoba tetap menjadi barang dagangan namun

dipasarkan secara gelap. Pelarangan-pelarangan yang dibuat oleh pemerintah membuat para

pengedar narkoba menjadi lebih pintar dalam melakukan penyelundupan barang haram

tersebut. Dilansir dari laman Metro News Viva, Minggu 26 Maret 2017, penyelundupan

narkoba ke Indonesia, tak hanya dimasukkan ke dalam tubuh tetapi juga dimasukkan ke

dalam vagina wanita. Hal tersebut dilakukan para bandar demi lolos dari petugas di bandara.

Permasalahan narkoba merupakan permasalahan pelik. Upaya pemerintah dalam mengatasi

dan meminimalisir penggunaan narkoba salah satunya dilakukan dengan cara sosialisasi

mengenai dampak penggunaan narkoba dan upaya penegasan terhadap hukum. Pihak BNN

(Badan Narkotika Nasional) yang konsentrasi terhadap kasus narkoba menegaskan bahwa:


“BNN melakukan penindakan tanpa pandang bulu, baik pria, wanita, warga

negara Indonesia, warga negara asing, karyawan, mahasiswa, oknum aparat yang

terbukti terkait dalam kasus Narkotika. Hal ini dibuktikan dengan adanya

tindakan yang tegas terhadap oknum yang terbukti terlibat kasus peredaran gelap

Narkotika, yang saat ini sedang menjalani proses hukum dan kode etik. BNN

juga tidak segan-segan menggunakan senjata untuk penegakan hukum dalam

memerangi para kurir dan bandar. Kesungguhan BNN dalam menghentikan

penyelundupan serta peredaran gelap Narkotika diharapkan dapat ditindaklanjuti

dengan memberikan sanksi hukuman yang seberat-beratnya terhadap para

tersangka, termasuk dalam penetapan hukuman mati.” (Dikutip dari Executive

Summary Press Release Akhir Tahun 2015, Jakarta, 23 Desember 2015).


Melihat kondisi Indonesia yang dinyatakan sebagai negara rawan narkoba mengharuskan kita

sebagai generasi muda untuk ikut andil dalam upaya pencegahan dan penanggulangan

narkoba. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan studi dan

memperdalam pengetahuan diri tentang bahaya narkoba. Selain itu juga upaya preventif yang

dapat dilakukan adalah memperhatikan lingkungan sekitar, lebih selektif dengan siapa

seharusnya bergaul serta lebih bersikap terbuka dan meminta bantuan kepada orang yang bisa

dipercaya ketika memiliki masalah. Dengan demikian, upaya-upaua penanggulangan narkoba yang dicanangkan pemerintah harus diimbangi dengan kesadaran diri sedini mungkin bahwa

narkoba adalah perusak diri bangsa.

73 views0 comments

Comments


bottom of page