Penulis : Tina S.M.
Ada Apa dengan Candu ?
Maraknya penggunaan narkoba atau candu di kalangan masyarakat Indonesia menambah
wacana “mengerikan” negeri ini, pasalnya penggunaan barang haram itu seolah sudah
membudaya. Kabar masuknya narkoba jenis baru “flakka” ke Indonesia sontak membuat
Pemerintah semakin waspada, apalagi menyeruak kabar bahwa narkoba kini dicampurkan
pada berbagai jenis permen atau makanan yang sering dikonsumsi anak-anak.
Dikutip dari laman http://www.antaranews.com (diakses pada Minggu, 20 Agustus 2017)
Indonesia dinyatakan darurat narkoba, dan survei membuktikan dari 5 juta dari penyalahguna
narkoba, 40-50 orang meninggal setiap harinya. Survey yang dilakukan BNN sejak tahun
dengan mengambil sampel penyalahguna narkotika dari kalangan usia 10-59 tahun.
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa kategori yakni coba pakai, teratur pakai dan pecandu
(Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahguna Narkoba Tahun Anggaran
2014: 7).
Ditarik dari garis sejarah, narkoba atau candu ternyata telah digunakan oleh orang-orang
Eropa, India dan Asia sejak abad 16. Pada awalnya, Bangsa Eropa seperti Belanda
mendirikan sebuah kongsi dagang bernama VOC (Verenidge Oost-Indishe Compagnie) pada
1602, dan rempah-rempah merupakan komoditi utama yang diperdagangkan. Namun, pada
1650 Belanda mulai memperjual-belikan candu. Belanda mendapatkan pasokan candu dari
Bengal di India dan dipasarkan di wilayah Asia Tenggara dan Cina. Belanda menjadikan
Jawa dan Sumatera sebagai pasar dan pusat perdagangan candu di Nusantara. Untuk menjaga
harga candu tetap stabil dan tinggi, pada 1773 Bengal mulai memonopoli perdagangan candu
dunia dan dibuatlah pelarangan penanaman candu kecuali dengan lisensi pada 1779 (Bailey
dan Truong, 2000: 2).
Pada awalnya candu digunakan sebagai bumbu dapur karena rasa dan aromanya yang
membuat rasa makanan semakin sedap, akan tetapi pandangan berbeda mulai diperkenalkan
Belanda pada 1660. Belanda menyalahgunakan candu sebagai “obat nikmat”. Kebiasaan ini
berhasil disebarkan hingga ke Taiwan, Fujian dan daratan Cina lain (Abdullah, dkk.
Indonesian Heritage 3 , 2002).
Pada abad 18 Belanda menguasai wilayah Hindia dan terlibat ke dalam perdagangan
Internasional. Pada masa itu, Belanda menggunakan candu sebagai komoditi ekspor utama
karena harganya yang tetap tinggi di pasaran. Selain itu, candu merupakan penghasil pundi-
pundi terbesar setelah rempah-rempah dan hal tersebut sangat membantu kondisi keuangan
pemerintahan Hindia Belanda.
Candu menjadi penyumbang dana bagi keuangan pemerintahan Hindia Belanda karena
beberapa faktor. Pertama, karena perdagangan candu menyediakan uang tunai. Kedua,
perdagangan candu meningkatkan hubungan dagang dengan Cina. Ketiga, monopoli candu
menjadi pelopor bagi organisasi keuangan Belanda (Abdullah, dkk. Indonesian Heritage 3 ,
2002; Rush, 2007: 1). Hasil dari perdagangan candu pada abad ke 18 ini dapat menutup
segala kebutuhan Belanda seperti biaya dagang, biaya perang VOC, dan segala biaya
administrasi organisasi kolonial.
Menjelang akhir abad 18, Belanda mulai mengalami masa kemunduran. Belanda kehilangan
pengaruhnya di Hindia dan juga kehilangan kendali perdagangan candu di wilayah produsen
candu terbesar, India. Pada 1833 Crown diklaim India dan EIC (East Indisch Compagnie)
kehilangan hak monopolinya. Produksi candu menjadi semakin tersusun dalam sistem yang
handal. Hal itu memberikan hasil perdagangan yang mantap antara India dan sebagian besar
Asia Timur. Tahun 1843, Inggris kembali berpengaruh dan melakukan pengaturan mengenai
budidaya dan penjualan candu. Inggris juga berhasil mengontrol dan menyegel rute
penyelundupan candu (Bailey dan Truong, 2000: 2).
Pada 1860-an Cina memulai budidaya candu dan menjadi pesaing yang kuat bagi India pada
1870-an dan 1880-an. Persaingan perdagangan candu semakin ketat antara India dan Cina
sebagai produsen candu bagi dunia. Akhirnya India melakukan pemutusan hubungan dagang
dengan Cina dan secara administratif dibatasi awal tahun 1911 dan berhenti sepenuhnya pada
tahun 1917 (Bailey dan Truong, 2000: 2). Sementara itu, pihak Belanda masih
menggantungkan nasib pasokan candu dari Inggris di India (Abdullah, dkk. Indonesian
Heritage 3 , 2002), namun Belanda juga tetap mendapatkan candu dari Cina sebagai pengganti
kopi (Breman, 2014 : 143).
Pada 1920-an, dunia mulai mengkritisi mengenai dampak penggunaan candu yang
berlebihan. Tanaman candu yang awalnya digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit, tanaman seribu khasiat serta bumbu dapur disalahgunakan sehingga menimbulkan dampak
ketergantungan bagi pemakainya mulai didengung-dengungkan untuk dimusnahkan. Mulai
tahun 1940, ketika pengguna candu semakin meningkat, Pemerintah Hindia Belanda justru
sangat sedikit dalam menunjukkan rasa kepeduliannya terhadap dampak kecanduan yang
melemahkan pemakainya di Hindia Belanda. Adapun permintaan dunia mengenai
pemusnahan candu berjalan sangat lambat bahkan perniagaan candu berskala besar tetap
berjalan hingga akhir pemerintahan Hindia Belanda pada 1942 (Abdullah, dkk. Indonesian
Heritage 3 , 2002).
Di masa modern sekarang ini, candu atau narkoba tetap menjadi barang dagangan namun
dipasarkan secara gelap. Pelarangan-pelarangan yang dibuat oleh pemerintah membuat para
pengedar narkoba menjadi lebih pintar dalam melakukan penyelundupan barang haram
tersebut. Dilansir dari laman Metro News Viva, Minggu 26 Maret 2017, penyelundupan
narkoba ke Indonesia, tak hanya dimasukkan ke dalam tubuh tetapi juga dimasukkan ke
dalam vagina wanita. Hal tersebut dilakukan para bandar demi lolos dari petugas di bandara.
Permasalahan narkoba merupakan permasalahan pelik. Upaya pemerintah dalam mengatasi
dan meminimalisir penggunaan narkoba salah satunya dilakukan dengan cara sosialisasi
mengenai dampak penggunaan narkoba dan upaya penegasan terhadap hukum. Pihak BNN
(Badan Narkotika Nasional) yang konsentrasi terhadap kasus narkoba menegaskan bahwa:
“BNN melakukan penindakan tanpa pandang bulu, baik pria, wanita, warga
negara Indonesia, warga negara asing, karyawan, mahasiswa, oknum aparat yang
terbukti terkait dalam kasus Narkotika. Hal ini dibuktikan dengan adanya
tindakan yang tegas terhadap oknum yang terbukti terlibat kasus peredaran gelap
Narkotika, yang saat ini sedang menjalani proses hukum dan kode etik. BNN
juga tidak segan-segan menggunakan senjata untuk penegakan hukum dalam
memerangi para kurir dan bandar. Kesungguhan BNN dalam menghentikan
penyelundupan serta peredaran gelap Narkotika diharapkan dapat ditindaklanjuti
dengan memberikan sanksi hukuman yang seberat-beratnya terhadap para
tersangka, termasuk dalam penetapan hukuman mati.” (Dikutip dari Executive
Summary Press Release Akhir Tahun 2015, Jakarta, 23 Desember 2015).
Melihat kondisi Indonesia yang dinyatakan sebagai negara rawan narkoba mengharuskan kita
sebagai generasi muda untuk ikut andil dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
narkoba. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan studi dan
memperdalam pengetahuan diri tentang bahaya narkoba. Selain itu juga upaya preventif yang
dapat dilakukan adalah memperhatikan lingkungan sekitar, lebih selektif dengan siapa
seharusnya bergaul serta lebih bersikap terbuka dan meminta bantuan kepada orang yang bisa
dipercaya ketika memiliki masalah. Dengan demikian, upaya-upaua penanggulangan narkoba yang dicanangkan pemerintah harus diimbangi dengan kesadaran diri sedini mungkin bahwa
narkoba adalah perusak diri bangsa.
Comments