top of page
Writer's pictureGenius Media

Hantu Totalitarianisme Dunia

Penulis: T. C. Bintang Putri

Editor: M. Dzauhar

Sosok Hitler tengah berpidato, sampai saat ini dirinya didentikan sebagai pemerintahan yang totaliter (Sumber: MIT)

Mungkin bagi kalian yang pernah membaca sejarah terutama sejarah militer, mengenal sosok seperti Hitler, Musollini, dan Stalin. Ketiganya dikenal sebagai sosok diktator yang menjalankan pemerintahan secara totaliter dan bertanggung jawab atas hilang serta menderitanya jutaan orang.


Setelah Perang Dunia Kedua lalu menuju Perang Dingin, muncul lebih banyak pemimpin yang gayanya sangat mirip atau hampir mirip dengan mereka bertiga hingga konflik ideologi Komunis dan Demokrasi berakhir sekitar 1990, seperti Mao Zedong, Pol Pot, dan Sadam Hussein.


Meski dapat dikatakan sebagai memori kelam perpolitikan di masa lalu, totalitarianisme ternyata tidak serta merta ditinggalkan atau hilang terlupakan begitu saja bersama sosok yang pernah menjalankannya. Bahkan pemikiran yang tujuannya ialah mecapai kepentingan bersama ini, seakan menjadi hantu yang dapat muncul kapan saja dalam wujud baru.


Pendapat ini dikemukan oleh seorang praktisi politik Janu Wijayanto dalam bukunya yang berjudul Totalitarianisme Kuasa Lintas Bangsa yang terbit pada 2012 .


Dalam buku berjumlah 242 ini, Janu memberikan penjelasan mengenai totalitarianisme dalam diskursus politik, bahan baku hingga mekanisme penciptaannya dari berbagai rezim ekstrim yang pernah ada, khususnya di Eropa.


Dengan mengangkat pemikiran Hannah Arendt, seorang Filsuf Politik asal Jerman, menegai totalitarianisme, buku ini sarat akan gagasan – gagasan dari perspektif korban, atau dalam banyak periode, rakyat. Bersama ini, penulis mengangkat semangat Principiis Obsta. Melawan permulaannya.


Hannah Arendt (Sumber: Mondoweiss)

Sehingga buku ini merupakan langkah awal yang luar biasa untuk membahas totalitarianisme, terutama karena penulis mampu mengemas topik lebih dari sekedar mengingatkan bangsa akan penderitaan yang dialami di masa lalu, tetapi juga membahas mengenai struktur – struktur kuno yang berperan besar dalam terbentuknya totalitarianisme, seperti kejatuhan negara bangsa, antisemitisme, rasisme, imperialisme hingga hadirnya pemimpin yang mampu merayu massa.


Lewat buku ini Janu mengingatkan pembacanya untuk menjadi waspada, mengulang, ataupun mencipta, tergantung di posisi mana kita berkomitmen. Hal ini juga ditekankan dalam keyakinan penulis bahwa totalitarianisme adalah model politik, bukan ideologi klasik. Yang mana ia dapat bangkit dimanapun bila kita lengah mendeteksi.


Menurut hasil telaah penulis, buku ini mampu menyampaikan topik dengan lugas, dan oleh karena itu mampu menjangkau berbagai kalangan, yang mana adalah hal yang krusial mengingat tujuan buku ini adalah menghindari amnesia bangsa.


Meski demikian, buku ini terlalu bersandar sepenuhnya pada pemikiran Hannah Arendt, dan tidak menghadirkan gagasan baru maupun sudut pandang lain sehingga membuat lingkup kajiannya menjadi sempit, timpang, dan terasa jauh dari kondisi sosial dan politik di Asia, khususnya Indonesia.


Bagaimana Menurutmu?

18 views0 comments

Comments


bottom of page