top of page
Writer's pictureGenius Media

#JusticeForAY Trending, Refleksi untuk Siapa?

Updated: Jun 8, 2019

Penulis: Siti Tania Arfadila

Editor: Audry Maulidia Fitri


Poster Justice For Audrey (Sumber: TandaSeru)

Beberapa hari ini, masyarakat Indonesia tengah dihebohkan oleh kasus pembullyan anak SMP oleh sekelompok siswa SMA di kota Pontianak.

Tagar JusticeForAY ramai di seluruh media sosial. Petisi demi petisi disebarluaskan dengan target 500.000 tanda tangan lalu akhirnya direspon oleh lebih dari 3,6 juta kali.


Public figure, tokoh masyarakat, berbondong-bondong memberi rasa simpati atas kasus ini. Berita hoax berseliweran, hingga masyarakat sulit mensortir data yang valid dan palsu. Dugaan sementara yang menjadi kronologi cerita, berawal dari saling ejek di komentar Facebook antara pelaku dan korban yang diyakini masalah asmara.


Lalu, apakah ini menjadi penyebab bukti yang kuat? Tentu saja tidak. Karena hingga hari ini, polisi dan Komisi Perlindungan Anak Daerah masih terus menyelidiki dan menunggu klarifikasi dari kedua pihak.


Namun setidaknya, ada beberapa poin yang cukup menarik:


1. Dilematis UU Sistem Peradilan Pidana Anak

dua pihak yaitu KPPAD dan masyarakat saling menuntut keadilan. Dari pihak KPPAD menginginkan jalur "damai dan tidak membawa nya ke ranah hukum", dan pihak lainnya menuntut agar pelaku dikenai pidana. Namun, bila kita coba menelisik, seperti dalam UU no.11 Tahun 2012, anak yang berkonflik dengan hukum adalah mereka yang usia 12-18 tahun dan diduga melakukan tindakan pidana. Dalam proses peradilannya pun diwajibkan adanya "Diversi", yang tujuannya sebisa mungkin mengarah pada perdamaian di antara 2 pihak.


2. Ilmu Parenting dan Peran Orang Tua Meminimalisir Bullying Anak.

Mungkin kita sudah tak asing dengan kalimat, "pendidikan anak bukan dimulai sejak anak dini, namun sebelum memilih pasangan suami maupun istri". Ya, ilmu parenting sangat penting untuk dipelajari. Dan tentu erat kaitannya dengan kasus ini. Bullying akan memberi dampak besar pada anak, karena itu sangat penting Bagaimana orang tua bisa menjadi penengah, pengasuh kompeten, pengamat, pengawas dan penyemangat.


3. Perilaku Bullying tidak dibenarkan, apapun bentuknya

Terlepas siapapun yang salah dalam kasus ini, bullying tetaplah tidak dibenarkan. Baik pelaku maupun korban, sama-sama mendapatkan dampak dari bullying. Bagi pelaku, dampak dari melakukan bullying yaitu memiliki watak yang keras, merasa memiliki kekuasaan, juga sanksi sosial dari masyarakat. Adapun bagi korban, dampak dari bullying menjadikannya selalu merasa cemas, depresi dan marah, prestasi menurun, balas dendam, dan bunuh diri.


4. Dalam Bullying, tidak sepenuhnya salah pelaku.

Menurut data dari KPAI, jumlah pelaku bullying lebih banyak daripada korban. Namun, fakta ini tidak bisa dideskritkan jika pelaku adalah penyebab utama nya. Banyak faktor-faktor lain sebagai penyebab, di antaranya kurangnya komunikasi positif antara orang tua dan anak, rendahnya monitor anak, kurangnya edukasi tentang bullying itu sendiri.

10 views0 comments

Commentaires


bottom of page