Oleh: Siti Lilik Nurrohmah
Editor: M. Dzauhar
Mungkin di antara rekan-rekan masih mengingat sosok Jessica Kumalawongso? wanita yang telah didakwa menjadi otak di balik pembunuhan temannya sendiri Wayan Mirna Salihin pada 6 Januari 2016. Ayah Mirna mengatakan bahwa selain memliki maksud pribadi, Jessica juga menderita Kepribadian Ganda sehingga terlihat tenang ketika beraksi maupun menjalani persidangan.
Pernyatan tersebut seolah membuat sebuah label bahwa mereka yang memiliki Kepribadian Ganda tidak lepas dari kasus kriminal seperti pembunuhan, atau bahkan pembunuhan berantai. Benarkah demikian? Mari kita membuka mata seraya melihat lebih dalam.
Kepribadian ganda / kepribadian majemuk atau dalam diagnosis gangguan jiwa disebut dengan “DID/ Dissociative Identity Disorder”. Dalam kasus ini terdapat dua atau lebih kepribadian berbeda yang bersaing untuk mengendalikan tubuh seseorang. Kasus kepribadian ganda umumnya memunculkan beberapa kepribadian alter / kepribadian pengganti, dan terkadang berjumlah 20 atau lebih kepribadian alter.
Ciri-cirinya mereka yang mengidap kepribadian ganda seolah berada dalam diri yang berulang kali mengambil kendali perilaku individu tersebut, dapat merepresentasikan pertahanan psikologis terhadap trauma atau kekerasan parah di masa kecil.
Karakteristik utama dari mereka yang menderita ini ialah adanya dua atau lebih kepribadian dalam diri seseorang, kepribadian alter/kepribadian pengganti dapat mencerminkan perbedaan usia, gender, minat dan cara berinteraksi yang berbeda, dua atau lebih perilaku berulang kali mengendalikan perilaku individu tersebut, kelupaan akan peristiwa hidup biasa dan informasi penting yang tidak dapat dijelaskan dengan kelupaan biasa, kepribadian utama atau dominan mungkin menyadari atau tidak menyadari keberadaan kepriadian alter.
Penyebab gangguan identitas disosiatif menurut teori Psikodinamika dimulai dari trauma yang berlebihan di masa kecil, menggunakan cara maladaptive dalam mengelola kecemasan, bentuk pertahanan psikologi dimana ego melindungi dirinya dari ingatan yang mengganggu dan keinginan yang tidak dapat diterima dengan cara mengeluarkan mereka dari kesadaran, dll.
Sedangkan menurut teori Pembelajaran dan Kognitif Sosial : perasaan lega dari kecemasan dapat memperkuat secara negative pola disosiasi yang mana terbiasa tidak memikirkan perilaku mengganggu yang menimbulkan perasaan bersalah atau malu, dapat menunjukkan bentuk perilaku bermain peran.
Maka bagi mereka yang menderita, sekalipun telah melakukan tindak kriminal perlu dilakukan penanganan melalui psikoterapi yang bertujuan untuk mencapai rentegrasi kepribadian yang terpecah pecah. Penanganan ini memerlukan tenaga medis kejiwaan dalam jangaka waktu yang cukup lama serta intensif.
Commentaires