Pada 1 Oktober 1965 dini hari, telah terjadi percobaan penculikan dan pembunuhan enam Jendral TNI Angkatan Darat oleh sejumlah prajurit Cakrabirawa yang dipimpin oleh Kolonel Untung. Gerakan tersebut dianggap sebagai percobaan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Para pasukan Gerakan tersebut sempat menguasai keadaan dengan menduduki kantor RRI dan bandara Halim Perdana Kusumah Jakarta.
Meskipun sempat di atas angin, dengan segera Mayjen Soeharto sebagai Pangkostrad ketika itu langsung memimpin operasi untuk menggagalkan gerakan tersebut pada hari itu juga. Pasca peristiwa 30 September 1965, Mayjen Soeharto mengadakan operasi penumpasan PKI di Indonesia. Operasi ini bertujuan untuk menumpas para simpatisan PKI maupun kelompok – kelompok yang berafiliasi dengan PKI. Pembantaian ini telah setidaknya memakan korban kurang lebih 500.000 orang khususnya di Jawa dan Bali yang menjadi wilayah dengan korban paling banyak. Siapapun yang dianggap menjadi simpatisan PKI, akan langsung diamankan oleh serdadu militer.
Dalam sejarah secara subjektif, jumlah korban mencapai 500.000 orang. Namun, menurut John Roosa, seorang penulis buku Dalih Pembunuhan Masal, menyatakan jika korban yang sebenarnya dari penumpasan Gerakan 30 Spetember tersebut mencapai lebih dari 500.000 orang. Ia juga menyatakan jika Soeharto dan TNI menjadi dalang utama pembantaian tersebut.
Sudah 53 tahun, Indonesia masih menutup rapat kisah mengerikan yang diwariskan oleh pemerintah Orde Baru. Perihal jumlah korban dan pelaku utama dalam peristiwa tersebut masih menjadi misteri.Peristiwa penumpasan PKI 1965 atau bisa disebut pula Krisis 1965, memang merupakan sebuah peristiwa objektif yang telah hilang ditelan masa lalu. Namun, sejarah subjektif menyatakan jika peristiwa tersebut akan selalu dikenang sebagai peristiwa kekejaman PKI dan aksi kepahlawanan TNI, dalam hal ini Soeharto.
Bila dikaitkan dengan masalah sosial, peristiwa G30S ini berkaitan dengan konsep Bigotry. Menurut KBBI Bigotry artinya Fanatik atau orang yang melakukan tindakan intoleran terhadap orang yang berbeda pandangan dengannya. Orang yang memeiliki sifat Bigotri, disebut Bogoty, Perbedaan dengan Rasis sampai sectarian yang sebetulnya satu ranah pula, Bigotry tidak biasanya lebih kepada perbedaan kepentingan yang biasanya berunsur politis.
Soeharto sebagai seorang perwira tinggi TNI dengan atas nama “Pancasila” dan tentu ada dorongan dari pihak-pihak tertentu dalam tubuh TNI yang merasa searah, dilakukanlah penyisiran hingga berujung penahahan sampai pembantaian baik terhadap PKI yang dianggap bersebrangan bahkan ancaman terhadap nilai-nilai luhur Pancasila dengan memanfaatkan momen G30S. Di lain sisi pula, Letkol Untung yang tercatat pernah terlibat dalam Pemberontakan PKI 1948 lalu statusnya sebagai komandan regu penjaga pemimpin besar revolusi Soekarno merasa perlu melibas pihak-pihak yang dirasa musuh revolusi yaitu para perwira tinggi militer khusunya angkatan darat, berikut tuduhannya lewat RRI pagi 1 Oktober adalah Kapitalis Birokrat lewat Gerakan 30 September itu.
Dari paragraf tersebut mereka berdua mungkin dapat dikatakan sebagai seorang Bogotry, tetapi secara lebih jelasnya sekali lagi masih jadi misteri. Setidaknya krisis ini perlu diingat sebagai sebuah kenangan yang dapat menjadi sebuah refleksi agar sesama kita dapat bersatu meskipun terdapat perbedaan baik nampak mapun tidak.
Penulis: Ekacakti
Comments